BANDUNG,- Ratusan alumni, pelajar, komunitas, dan tokoh masyarakat berkumpul di halaman SMA Negeri 1 Bandung dalam rangka aksi “Sekolah Kami Tetap di Sini”, Minggu (20/7/2025).
Sebuah pergerakan damai yang diinisiasi oleh Alumni SMANSA Angkatan 1982. Kegiatan ini menjadi bagian dari gerakan besar
#SaveSMANSABandung yang telah menggema selama berbulan-bulan untuk mempertahankan keberadaan sekolah bersejarah di Jl. Ir. H. Juanda No. 93 Bandung.
Acara dimulai dengan parade flashmob dan jalan kaki dari kawasan Dago yang diikuti oleh perwakilan berbagai SMA di Bandung, komunitas Fun Walk, GAS (Gowes Alumni SMANSA), Komunitas Bersatu Bandung Raya (Berkobar) dan elemen masyarakat sipil lainnya.
Di halaman sekolah, peserta disambut dengan Zumba bersama, dan penampilan teatrikal Gerak Merah Putih dari seniman Sunda Aat Suratin, yang membuka rangkaian acara dengan puisi dan simbolisasi perjuangan merah putih di dunia pendidikan.
Dalam suasana penuh semangat, hadir pula tokoh-tokoh nasional dan daerah seperti, Ceu Popong, Anggota DPR 5 Periode, tokoh pendidikan dan budaya Jawa Barat, yang menyampaikan orasi penuh semangat dan kepedulian terhadap masa depan pendidikan negeri.
Dan Jilal Mardhani, yang memandu talk show bersama Kepala SMAN 1 Bandung, Ketua IKA SMANSA, serta perwakilan dari Biro Hukum Provinsi Jawa Barat dan Tim Advokasi Alumni.
Acara ini juga mempertemukan berbagai unsur masyarakat, termasuk alumni dari berbagai SMA di Bandung, komunitas seniman, serta perwakilan masyarakat sekitar sekolah. Dalam talkshow, dibahas langkah hukum strategis yang telah dan akan diambil, serta ajakan untuk terus menggalang solidaritas masyarakat sipil agar kasus ini menjadi pembelajaran hukum nasional.
Ketua Alumni Angkatan 82, Roosnelly, menyampaikan bahwa aksi ini bukan sekadar nostalgia, tetapi pernyataan sikap kolektif untuk:
1. Menolak pemindahan atau alih fungsi lahan SMAN 1 Bandung.
2. Mengawal proses hukum hingga tuntas dan adil.
3. Mendesak pemerintah menjamin perlindungan hukum bagi institusi pendidikan negeri di seluruh Indonesia.
“Aksi ini adalah wujud cinta. Kami tidak ingin kehilangan ruang belajar yang telah membentuk karakter kami. Ini tentang warisan pendidikan, bukan sekadar soal bangunan,” pungkas Roosnelly. **