TANGERANG, — J pekerja interior di Tangerang, menjadi korban penganiayaan oknum anggota DPRD. Namun, setelah itu terduga penganiayaan memaksa J memaksa untuk tandatangani perdamaian.
Atas pertimbangan saudara-saudaranya, J selanjutnya melaporkan kasus penganiayaan yang dialaminya pada Minggu 19 September 2021 ke Polres Metro Tangerang Kota. Laporannya hari Senin 20 September 2021.
Laporan terhadap penganiayaan J tertuang dalam bukti tanda laporan bernomor : LP/B/1034/IX/SPKT/Polres Metro Tangerang Kota/Polda Metro Jaya.
J menjelaskan Minggu sekitar pukul 21.00 WIB E dan P datang ke rumahnya, saat itu J tengah menerima tahu di lantai dua rumahnya. Dapat laporan dari pekerjanya karena ada tamu di bawah, korban turun dan menyalami tamunya tetapi tangannya ditepis.
“Nggak usah salam-salam,” kata J mengingat apa yang dikatakan perempuan berinisial E.
Saat itu, kata J, dia belum tahu apa yang membuat tamunya berbuat demikian, sampai akhirnya E bicara.
“Sini HP (handphone),” kata J mengingat-ingat apa yang dikatakan E.
“Nggak mau saya, direbut HP, dirampas HP saya, tapi nggak dapet,” katanya.
“Tiba-tiba datang P (sopirnya), ninju saya. Sementara ibu (E) melepaskan HP saya, sambil pegangin baju, bagian dada saya. Sambil dorong-dorong saya, sampai mepet kemeja.
“Bang P (sopirnya) narik senjata api, langsung ditariknya. Dikokangnya, trus melompat kemeja, dimana meja saya tersandar itu. Dikatupnya leher saya. Trus dia pukulkan senpi itu ke kepala saya, sebelah kiri. Setelah itu sopirnya turun dan bilang saya bukan preman kaleng-kaleng,” jelas J mengingat apa yang dikatakan P.
“Baju kaos saya yang warna hitam, saya tarik untuk menutupi darah saya, yang cukup banyak darah saya, untuk nutup supaya darahnya jangan banyak mengalir, tapi ibu itu (E) mendorong terus baju saya sampai baju saya robek. Dalam konsisi bertelanjang saya, karena dirobek ibu, belah dua,” kata J.
Setelah itu, E bicara sambil sebut uang senilai Rp100 Juta.
“Duit saya mana. Seratus….Seratus. Baru saya tau saya. Urusan itu permasalahannya, interior,” katanya.
Setelah itu ibu itu bilang lagi, cek saldo cek saldo. “Disuruhnya, saya cek saldo. Itu, dia nggak berenti, dia ngomel-ngomel, anak buah saya juga dilemparin helm,” terangnya.
“Ibu itu (E) juga ada nampar-nampar muka saya, ada kali sepuluh kali,” kenangnya.
Setelah itu E berteriak, pisau mana pisau. “Saya nggak lihat dia pegang pisau, cuma dia nanya pisau,” terang J.
“Malah disodorkan, –kata teman-teman saya, sama sopirnya itu (P). Tapi nggak jadi diambilnya pisau itu. Trus datang lagi, dari ruang sebelah bawa paralon. Sambil mengarahkan ke mata saya, trus tangan yang satunya pegang leher saya, mau saya congkel mata kamu,” kata J.
“Setelah agak reda marahnya dia, saya bilang ke anggota saya (pekerja) ayo bawa saya ke rumah sakit. Ini udah banyak darah saya. Nanti saya tumbang,” kata J.
Tetapi, E mencegahnya. “Tunggu dulu, tandatangani dulu surat. Saya nggak tahu, surat apa. Matarai mana, trus dia keluar,” kata J.
“Trus ada yang minta KTP saya, saya kasih. Setelah itu, hampir 15 menit muncullah surat. Tandatangani ini,” katanya.
“Rupanya isinya, surat damai, yang isinya kurang lebih, kesalahpahaman, dan tidak akan menuntut,” katanya.
Setelah itu, J diajak E berobat, J tidak mau. “Dia saya suruh pulang aja, tetapi saya diintimidasi terus. Akhirnya pergi sama dia berobat. Sampai di puskesmas Kedaung Wetan, Kecamatan Neglasari.
“Dokternya bilang, aduh pak cepat pergi ke RS S. Ini benturan besi ini, nanti kena tetanus. Disini nggak ada obat itu. Terus saya pergi ke RS S,” katanya.
“Saya ditanya dokter ibu ini yang jawab (E). Bapak itu kena apa, kebentur besi dia (E) bilang, benturnya gemana jatuh dia (E) bilang, jatuhnya gemana. ibu (E) ini jawab lagi, marah dokternya. Marah ibu (E) ini, dia jual jual jabatannya sambil menghempaskan kartu (pekerjaannya),” katanya.
“Aku komandan dokter, jaga malam ini. Kata dokter itu juga. Sampai saya dibawa satpam rumah sakit ke dalam.”
Sementara itu E dalam keterangan persnya mengatakan saat kejadian berlangsung, kedua pihak sepakat untuk tidak memperpanjang persoalan ini.
“Kan sudah ada surat perdamaiannya. Sudah bermaterai, hukum itu akan gagal ketika sudah berdamai. Intinya hukum itu tidak menganjurkan menyuruh damai enggak. Tetep proses dengan hukum yang berlaku. Tetapi di balik itu secara tidak langsung sudah ada perdamaian sudah ada fotonya juga, tanda tangan,” jelas Eva, Jumat (24/9/2021) sore. **












