SUMEDANG,– Peraturan Daerah (Perda) tentang Kawasan Perkotaan Jatinangor (KPJ) pada 2020 lalu belum terasa manfaatnya oleh warga Kecamatan Cimanggung Jatinangor dan 3 kecamatan penyangga seperti Tanjungsari, Sukasari, dan Pamulihan.
Sejak diberlakukannya, perda tersebut menjadi asa meningkatkan pembangunan dan asupan anggaran untuk Jatinangor maupun 4 kecamatan penyangga lainnya, terlebih Jatinangor dan Cimanggung sebagai penyumbang PAD terbesar bagi Pemda Sumedang.
Hingga kini, sudah 4 tahun berjalan, belum ada pembangunan atau tata kelola perkotaan yang terjadi di Jatinangor dan Cimanggung.
Hal tersebut dikatakan Ketua Komisi I DPRD Sumedang, Asep Kurnia, didampingi anggota Dudi Supardi usai menghadiri Milangkala Kecamatan Jatinangor ke 89, belum lama ini.
“Kami dari komisi 1 dan anggota DPRD di dapil 5 mempertanyakan kepada Pemda Sumedang terkait implementasi Perda KPJ. Dapat ditarik kesimpulan hasil pertemuan beberapa waktu lalu memang ini harus menyamakan persepsi kaitan dengan pelaksanaan Perda itu. Kelihatan antara gugus tugas KPJ dengan Pemerintah Daerah belum ada kesamaan. Nah apa yang harus dilakukan, bagaimana anggarannya, dari mana dan siapa yang harus dilakukan,” kata Akur, sapaan akrabnya.
Menurunya, hal itu kelihatan nampak belum sinkron satu sama lain. Oleh karena itu ia meminta pemerintah daerah untuk memberikan waktu kepada mereka untuk mengkonsolidasikan itu.
Asep pun mempersilahkan pemkab untuk konsolidasi dulu dengan SKPD terkait untuk memahami bahwa kegiatan-kegiatan atau dampak dari adanya peta kawasan Jatinangor itu ada kegiatan-kegiatan yang dikhususkan untuk mempercepat penataan di kawasan perkotaan Jatinangor.
Sejauh ini, imbuh Askur, tidak nampak kegiatannya yang berdampak pada pembangunan dan penataan kota KPJ. Disisi lain, pembangunan di Jatinangor sudah sangat pesat namun tanpa campur tangan pemerintah.
Kalau tujuannya ada Perda kawasan perkotaan Itu kan untuk mengimbangi pembangunan itu.
“Nah kemudian dari sisi anggaran misalnya enggak ada pembedanya anggaran untuk kecamatan-kecamatan lain dengan kecamatan-kecamatan yang ada di kawasan kota Jatinangor. Oleh karena itu kalau tidak ada bedanya itu percuma ada Perda KPJ,” ujarnya.
Akur pun menyarankan, perlu adanya evaluasi entah itu perdanya, pelaksanaannya atau anggarannya. Sebab, jika sudah terbentuk Perda KPJ, harusnya anggaran tidak mesti dari APBD Kabupaten, tetapi bisa menyerap dari APBD provinsi dan APBN.
“Yang dibutuhkan oleh masyarakat pun sebenarnya bukan hanya regulasinya, regulasi itu kan hanya Alat. Masyarakat tuh membutuhkan harus cepat merasakan bahwa Jatinangor dan Cimanggung ini diperhatikan oleh Pemerintah, tidak dibiarkan maju sendiri, berkembang sendiri. Makanya tadi saya mendorong usulan percepatan untuk misalnya pemindahan pusat pemerintahan kecamatan,” katanya. (Abas)