BANDUNG, — Tradisi membangunkan sahur saat Ramadan ternyata sudah ada sejak abad pertengahan di negeri Arab Saudi. Dikutip dari catatan petualang Timur Tengah Ibnu Batutah (1829), pada saat waktu sahur tiba, muazin mengumumkan datangnya saat sahur dari atas shauma’ah yang berada di menara sudut timur Masjidil Haram.
Cara yang mirip juga ada di negara Kuwait dan Mesir, hingga mulai semarak pada Dinasti Abbasiyah. PAda masa Dinasti Mamluk tahun 865 Hijriah mulai menggunakan dentum meriam untuk memberitahu waktu sahur.
Di Indonesia terutama di tanah Pasundan, membangunkan sahur samil berkeliling komplek atau pemukiman jug bisa dilakukan. Para anak muda biasa melakukan hal ini pada pukul 02.00-03.00 WIB. Mereka pun kadang sahur bersama di masjid seusai berkeliling.
Saat berkeliling, biasanya mereka berbagi tugas. Ada yang menjadi pemukul bedug, pemukul kaleng hingga alat musik dadakan dari ember atau bahkan tutup botol. Semua menjadi alat perkusi sehingga melahirkan suara dan lagu yang unik.
Kegiatan menabuh bedug sambil berkeliling inilah yang disebut dulag. Kadang Kelompok Dulag tersebut sering menggunakan satu set alat istrumen calung atau semacam Kolintang. Tujuannya untuk memainkan alunan musik abstrak yang mempunyai ritme. Lewat music, diiringi lantunan gelak tawa dan sahutan inilah yang membangunkan warga untuk sahur.
Di Bandung tradisi ngadulag ini pun sudah jarang. Di Komplek-komplek perumahan, apalagi di pusat kota. Lebih memilih loudspeaker masjid untuk membangunkan sahur.
Jika ingin menyaksikan dulag, sepertinya harus sedikit menyisi ke pinggir kota. Tetapi menjelang Hari Raya Idulfitri, dulag sedikit lebih mudah ditemui. Karena sore hari menjelang menjelang Idulfitri sambil bertakbir, dulag masih sering dilakukan oleh warga Kota Bandung.
Dulag memang cuma sebuah aktivitas yang ada saat Ramadan tiba, tetapi Dulag ada karena dahulu kekeluargaan masih kental. Kekhawatiran tetangga telat sahur masih kuat dan kebersamaan dalam sebuah Komunitas Komplek selalu dijaga.
Para Wargi Bandung ayo lestarikan tradisi membangunkan kita sebelum Sahur tiba. Ajak putra-putri kita mengerti Filosofi di balik semua keunikan tradisi Ramadan di tatar Sunda.
Karena hanya para wargi yang bisa menjaga kebudayaan Sunda di Kota Bandung. Mempertahankan tradisi bagian dari menjadikan Bandung yang Juara , Bandung yang Nyaman , Unggul Sejahtera dan Agamis. *red