ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, –Pemerintah Provinsi Jawa Barat terus menggali strategi peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selama ini, Jawa Barat terlalu bergantung pada sektor-sektor konvensional seperti pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), dan pajak air permukaan.
“Sektor-sektor ini memang masih menjadi tulang punggung PAD kita. Tapi kalau terus bergantung pada itu saja, kita tidak akan mampu mengejar kebutuhan belanja daerah yang makin meningkat setiap tahunnya,”ujar Ketua Komisi 3 DPRD Jabar, Jajang Rohana.
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera, asal daerah pemilihan Jabar 2 ini, salah satu kunci utama peningkatan PAD adalah keberanian pemerintah daerah untuk berinovasi, dan melakukan diversifikasi sumber pendapatan. Selain itu, BUMD Jabar belum menunjukkan kinerja maksimal. Bahkan, beberapa di antaranya justru menjadi beban APBD karena terus menerus meminta penyertaan modal tanpa kontribusi yang signifikan terhadap pendapatan daerah.
“Kami di Komisi 3 mendorong evaluasi menyeluruh terhadap seluruh BUMD. Yang tidak sehat harus direstrukturisasi, yang potensial harus diberi ruang berkembang, dan yang sudah tidak relevan harus dipertimbangkan untuk ditutup,” ungkap Jajang.
Ia mencontohkan BUMD di sektor energi dan perdagangan yang sebenarnya memiliki potensi besar jika dikelola secara profesional dan sesuai dengan kebutuhan pasar. Salah satu ide yang sedang dikaji Komisi 3 adalah mendorong BUMD untuk masuk ke sektor energi terbarukan dan pengelolaan limbah, dua sektor yang menurutnya sangat strategis dalam konteks ekonomi hijau.
“Potensi energi terbarukan di Jabar sangat besar. Sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan. Kita bisa kembangkan BUMD energi untuk mengelola mikrohidro, panel surya, atau bahkan biomassa,” harap Jajang.
Selain reformasi BUMD, Jajang juga menyoroti pentingnya digitalisasi dalam sistem pemungutan pajak dan retribusi daerah. Menurutnya, kebocoran PAD sering kali terjadi karena lemahnya pengawasan dan sistem manual yang masih banyak digunakan di tingkat kabupaten/kota.
“Kita harus mulai membangun sistem informasi pajak yang terintegrasi dari provinsi sampai desa. Ini akan meningkatkan transparansi, mempermudah wajib pajak, dan yang paling penting mengurangi potensi kebocoran,” jelasnya.
Jajang menyebut bahwa penggunaan teknologi bisa sangat membantu dalam memetakan potensi pajak daerah secara lebih akurat. Dengan sistem tersebut, pemda bisa mengidentifikasi wajib pajak yang belum terdata atau potensi pendapatan dari sektor-sektor informal. **